Asosiasi Pengelola
Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta para pengusaha pusat perbelanjaan giat
berinovasi dan berbenah. Hal ini diperlukan demi mengantisipasi pesatnya
perkembangan perdagangan secara elektronik atau yang lebih dikenal dengan istilah
e-commerce.
“Yang harus kita lakukan adalah mengantisipasi
e-commerce. Keberadaan e-commerce tidak bisa ditolak,” tutur Ketua Umum Dewan
Pengurus Pusat (DPP) APPBI Handaka Santosa di sela Seminar dan Musyawarah
Nasional APPBI di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (19/1).
Handaka mengatakan, adanya himbauan untuk melakukan
pembenahan dan inovasi lantaran pengelola pusat perbelanjaan belum melihat
e-commerce sebagai ancaman. Sebab, sampai saat ini transaksi belanja melalui
e-commerce masih di bawah satu persen dari seluruh transaksi ritel.
“Berbeda dengan di China di sana sudah sekitar 10
persen (transaksi e-commerce),” ujarnya.
Meski demikian, kata Handaka pengelola pusat belanja
domestik sendiri telah menyadari bahwa pusat belanja harus mampu memberikan pelayanan,
kenyamanan dan hiburan bagi pengunjung secara prima.
Satu diantaranya dengan menyediakan tempat perawatan
kecantikan, fitness, bioskop, dan taman bermain anak.
“Jadi kenyamanan dan service yang harus kita
tingkatkan,” ujarnya.
Ditemui secara terpisah, Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina
menilai bahwa keberadaan e-commerce bukan menjadi pesaing bagi pusat belanja
retail “offline” melainkan sebagai diversifikasi pola perdagangan.
“Di tengah lesunya, konsumsi dan transaksi retail di
mal-mal (e-commerce) bisa dilakukan,” ujarnya.
Berdasarkan laporan dari pelaku usaha retail yang
memasarkan produknya secara online, Srie menyebut konstribusi e-commerce
transaksi perdagangan memiliki titik jenuh yang berkisar 10 – 15 persen.
0 komentar:
Post a Comment